Sabtu, 31 Oktober 2015

“Refleksi KeTuju”


MENEMBUS RUANG DAN WAKTU BAGIAN KE-2
Selasa tanggal 27 oktober 2015, pukul 11.10 samapi 12.50, diruangan 305b lantai tiga gedung pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta berlangsung perkuliahan Filsafat Ilmu pertemuan ketuju dengan dosen pengampu bapak Prof. Dr. Marsigit, M.A. Pada pertemuan ini adalah tes ke dua uji perkembangan dalam belajar filsafat selain itu juga diadakan dialog/pertanyaan terkait menembus ruang dan waktu kembali dalam filsafat.
Assalamua Alaikum Wr. Wb
Pengantar Pak Prof. Marsigit:
Sebagai pengantar beliau menyampaikan bahwa mahasiswa harus selalu meningkatkan bacaan agar dapat meningkatkan taraf berpikir dari mahasiswa tersebut yang sesungguhnya saling isomorfis dengan dengan pikiran beliau. Setiap pikiran pasti memiliki isomorfis dengan lingkungan atau dunia. Setiap manusia hanya mampu mengatakan apa yang kita pikirkan kecuali dalam keadaan mabuk, sebab orang mabuk tidak mengerti apa yang dikatakan.
Mba Azmi:
Berkaitan dengan tes yang tadi, untuk beberapa tes ini nilai saya memprihatinkan. Berpikir saja saya salah pak apalagi tidak berpikir. Lalu ini yang salah pikiran saya atau apa ya pak?
Pak Prof. Marsigit:
Beliau menyampaikan bahwa suatu nilai yang jelek atau salah itu benar dan disebus sebagai validisme. Mengapa demikian? Sebab anda adalah pemula serta belum membaca banyak artikel yang dibuat, sehingga ketika ditanya maka tidak mampu menjawab adalah benar. Untuk mampu menjawab dengan benar maka satu-satunya cara dengan meningkatkan  bacaan.
Beliau menambahkan bahwa tes ini juga berfungsi bukan hanya semata-mata prestasi akan tetapi agar setiap diri manusia rendah hati dengan ilmu yang diperoleh. Ini memiliki arti bahwa “setinggi-tinggi langit masih ada langit” atau “ setinggi kita berpikir ternyata masih ada yang lebih tinggi”. Dengan demikian, beliau menekankan bahwa rendah hati menjadikan diri tidak sombong dalam menuntut ilmu, sebab kesombongan dalam arti normatif disebut mitos. Mitos itu artinya jelas, maka dalam belajar filsafat selalu berpikir dengan spritual serbagai batasannya.
Pada dimensi spirtual merupakan batas berpikir, dimana pikiran harus berhenti serta sprituallah yang mengambil alih tugas. Doa yang dilakukan suatu saat akan sampai disatu titik yang tidak bisa dipikirkan dan diharapkan doa tersebut diambil alih oleh ALLAH SWT, sebab sebenar-benarnya doa adalah ketika kita tidak menyadarinya atau sedang tidak paham.
Sebagai penegasan kembali beliau menyampaikan bahwa mahasiswa untuk selalu membaca postingan belia agar mereka tahu bagaimana itu filsafat dan mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan filsafat terkait dengan ruang dan waktu. Ketika mahasiswa tidak mampu menjawab maka diharapkan untuk lebih giat membaca posting, sehingga yang mungkin ada bisa menjadi ada. Beliau juga menambahkan bahwa filsafat adalah diri sendiri. Filsafat tidak mengenal istilah menuangkan, mentransfer dan mengajarakan filsafat, sebab filsafat berharap agar diri sendirilah yang bisa membangun dirinya masing-masing.
Mba Evvy:
Bagaimana pendapat filsafat mengenai pemimpin yang sesuai dengan ruang dan waktu?
Pak Prof. Marsigit:
Beliau menyampaikan bahwa dari sisi filsafat maka ketika berbicara pemimpin dan yang dipimpin itu adalah struktur dunia yang berdimensi. Setiap pemimpin memiliki dimensi yang lebih tingga dan merupakan dewa dari yang dipimpinnya. Logika para dewa itu bermaksud sebagai logika para pemimpin. Logika ini divisualisasikan dalam bentuk perwayangan. Selanjutnya beliau menjelaskan bahwa ketika berbicara dewa maka ini juga berstruktur. Ada dewa raja, ada dewa prajurit, ada dewa mentri, dst.
Beliau menambahkan seorang pemimpin itu harus mempunyai dimensi yang lebih tinggi. Untuk mempunyai dimensi yang lebih tinggi maka harus memiliki pengetahuan dan pengalaman yang lebih luas dan lebih tinggi. Oleh karena itu, untuk menjadi seorang pemimpin dari sisi formalnya seperti mahasiswa yang sedang melanjutkan kuliah S2, kuliah S2 bertujuan untuk meningkatkan dimensi melalui pengalaman dan pengetahun yang diperoleh dalam belajar.
Sebagai kesimpulan beliau menyampaikan bahwa sebenar-benarnya hidup itu adalah menuju dimensi yang lebih tinggi. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa manusia itu menuju pada siklik berputar. Maka kita yang muda akan sampai pada usia tua dan usia tua akan cenderung bersifat kekanak-kanakan. Beliau juga menambahkan bahwa inilah yang menjadi pembeda dengan dunia barat yang menganggap hidup memiliki diagram lurus dengan pemikiran yang terbuka(open-endded) dan sampai pada titik tidak memahami hidupnya akan dibawa kemana. Oleh karena itu, siklik terluar adalah spritualisme. Selain itu, beliau menyampaikan bahwa manusia tidak sempurna dan manusia bersifat determinism, sebab apa yang dimiliki adalah hasil pilihan berdasarkan kemampuannya serta konteksnya. Kemudian beliau mempertegas bahwa ketika menjadi seorang pemimpin maka jangan semena-mena melakukan determinasi atau menentukan nasib pada apa yang dipimpinnya, sebab setiap yang dipimpin adalah dunia, maka ketika hanya memilih satu sifat atau sikap maka ini merupakan sikap yang mengabaikan dunia yang dipimpinnya.  
Mba Tri Rahma:
Bagaimana caranya untuk dapat menembus dunia secara ikhlas pak?
Pak Prof. Marsigit:
Belian menjelaskan agar kita dapat menembus waktu dengan ikhlas maka harus dilaksanakan sesuai dengan prosedurnya atau sesuai dengan sunattullahnya. Menembus ruang dan waktu serta ikhlas juga merupakan kodrat ALLAH. Maka beliau mendefinisikan ikhlas sebagai suatu level dibawah spritual. Keikhlasan itu adalah menembus ruang dan waktu.
Beliau memberikan contoh bahwa batu ikhlas sekali menembus ruang dan waktu, sebab batu tidak pernah protes terhadap dirinya. Maka ketika tidak keikhlasan maka tidaklah mampu menembus ruang dan waktu. Oleh karena itu, sebenar-benarnya hidup adalah ikhlas itu sendiri dengan menjalankan segala apa yang dianjurkan Allah sesuai dengan kodratnya. Ketika ada suatu pemaksaan kehendak maka ini dikatakan tidak ikhlas yang didasarkan pada keadaan, ruang dan waktu yang dipilih itu salah. Selain itu, beliau menambahkan belajar dalam filsafat harus sesuai dengan kodratnya serta sesuai dengan sifat manusia yang deperoleh dari kemandirian, kemerdekaan, otonomi siswa dan sebagainya.
Mba Fitriani:
Apa sebenarnya bedanya para dewa dengan powernow?
Pak Prof. Marsigit:
Sebagai ilstrasi beliau menyampaikan bahwa ayam adalah dewanya cacing, cacing dewanya tanah sebab cacing makan tanah. Selanjutnya beliau mencontohkan diri kita adalah dewa bagi adik kita masing-masing serta Pak Marsigi adalah dewa bagi mahasiswa PMAT kelas A, dst. Maka yang dimaksud dengan dewa adalah subjek. Sebagai contoh tambahan beliau menyampaikan bahwa mahsiswa dan dosen memiliki dewa yang namanya Mentri.
Beliau menegaskan bahwa Maka didunia ini amerika adalah negara dewa seperti halnya cina dan rusia, sedangkan indonesia adalah daksa, sebab indonesia tidak memiliki kekuatan apapun dibandingkan  ketiga negera ini. Jika dewa ini diturunkan pada kajian sosial politik maka jadilah powernow. Istilah powernow ini dibuat oleh mereka sendiri dengan struktur dari yang terkecil dimulai dari arkaek, tribal, tradisional, fiodal, moderen, post moderen, postmo (kontenporer). Dalam zaman kontenporer ini yang bertindak sebagai dewa adalah sang powernow yang memiliki kekuasaan seperti Amerika dengan Barack Obama sebagai dewanya.
Kemudian beliau menyampaikan bahwa ketika seseorang yang ingin menemui dewanya harus bisa membawa sesajen agar sang dewa senang dan memberikan sesuatu.  Maka setiap yang bertemu dengan pemimpin sang powernow harus memberikan tawaran yang menarik agar sang powernow memberikan sesuatu kepada sang tamu yang hendak bertemu tersebut, sebagai contoh yaitu investasi dan lain sebagainya. Oleh karena itu, indonesia tidak akan bisa duduk sejajar dengan amerika sebab amerika memiliki kekuasaan dan mampu mengatur dunia.  
Mba Nur Afni:
Apa bedanya para dewa dengan powernow dan superpower?
Pak Prof. Marsigit:
Beliau menjelaskan bahwa powernow memiliki kekuatan besar dan wajahnya banyak. Setiap yang dilakukan oleh superpowar atau dalam perwayangan dilakukan oleh praburafana merupakan punya banyak muka (dasa muka). Dasa muka ini sudah menjukan sesuatu yang memiliki standar ganda.  Ini merupakan bentuk manipulasi terhadap ruang dan waktu.
Oleh karena itu, menurut beliau ketika bangsa kita bergaul dengan superpower seperti amerika dan lain sebagainya mereka selalu menerapkan standar ganda. Standar ganda ini bermaksud satu sisi membantu dan satu sisi mengambil keuntungan. Bahkan bukan hanya standar ganda akan tetapi sudah termaksud standar jamak, dimana dalam perwayangan sudah ditunjukan oleh dasa muka, praburawan. Biasanya orang yang seperti diilustrasikan dalam tokoh perwayangan tersebut identik dengan tokoh yang jahat. Sedangkan secara positif  standar ganda sebagai suatu kebaikan.  
Satu hal pesan yang saya sangat pahami adalah ketika beliau menceritakan tentang filosofi hanoman dalam pewayangan. Anom diartikan sebagai yang muda, maka filsafat perwayangan menganggap bahwa orang muda memiliki peranan untuk  memegang masa depan, karena inilah tokoh hanoman tidak dimatika akan tetapi diberi kekuatan/kesaktian. Kemudian beliau menegaskan inilah sesungguhnya harapan orang tua kepada kita para pemuda seperti halnya hanoman yaitu mampu memegang amanah demi masa depan.
Bu Retno Kusuma D:
Bagaimana filsafat memaknai perbedaan keyakinan?
Pak Prof. Marsigit:
Menurut beliau, perbedaan agama itu berdimensi dimulai dari material, formal, normatif dan spritual. Maka untuk mensiasatinya adalah harus sesuai dengan ruang dan waktu serta dimensinya. Oleh karena itu, ketika beribadah maka setiap diri kita akan beribadah sesuai dengan kepercayaan dan keyakinan kita masing-masing. Kemudian ini turun dalam bentuk ilmu bidang seperti ilmu politik, ketatanegaraan maka indonesia memiliki dasar negara yaitu pancasila. Pancasila memiliki falsafah monodualisme. Monodualism adalah menitik beratkan pada hubungan manusia dengan manusia (Hablumminanas) dan hubungan manusia dengan tuhannya(habluminaallah). Walaupun pancasila selalu dihujat dan lain sebagainya maka akan tetap relevan dengan kepribadian bangsa kita sebagai bangsa yang toleran.
Toleran bermaksud menghargai setiap perbedaan. Mengapa hal ini harus terjadi? Sebab sebenar-benar manusia turun kebumi tidak ada yang sama. Untuk mencari sebuah kesamaan maka harus disesuaikan dengan semestanya masing-masing. Maka budaya itu mencerdaskan dan mempunyai ilmu pengetahuan.

“ FILSAFAT ADALAH DIRI KITA, SERTA FILSAFAT MENGHARGAI PERBEDAAN”

Wassalamualaikum Wr. Wb

0 komentar:

Posting Komentar