Jumat, 04 Desember 2015

“Refleksi Ke Sembilan”



AKU TAK MENGERTI APAPUN TENTANG FILSAFAT

Selasa tanggal 1 Desember 2015, pukul 11.10 samapi 12.50, diruangan 305b lantai tiga gedung pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta berlangsung perkuliahan Filsafat Ilmu pertemuan Kesepuluh dengan dosen pengampu bapak Prof. Dr. Marsigit, M.A. Pada pertemuan ini diawali dengan Kuis Jawab singkat serta isi atau kandungan dari jawab singkat itu sendiri.
Assalamua Alaikum Wr. Wb
Sebagai pengantar perkuliahan ini beliau memberikan tes jawab special untuk para mahasiswa, dimana tes ini tidak hanya sebatas tes tetapi mengandung makna didalamnya. Tes pada kesempatan hari itu masih membahas tentang menembus ruang dan waktu. Jumlah total soal yang diberikan adalah sebanyak 55 soal, yang mana berbeda dengan jumlah soal jawab singkat sebelummnya hanya berjumlah 50. Yang menjadi persoalan dan kebimbangan dari mahasiswa adalah apa sih special dari tes ini? Untuk mengetahui lebih jauh maka perhatikan soal dan jawaban tes dibawah ini.
Salah satu bentuk soal yang diberikan adalah sebagai berikut:
1.            Idealnya realis?
2.            Realisnya ideal?
3.            Tetapnya perubahan?
4.            Berubahnya ketetapan?
5.            Fatanya vital?
6.            Vitalnya fatal?
7.            Dewanya dagsa?
8.            Daksanya dewa?
9.            Intensifnya ekstensif?
10.        Ekstensifnya intensif?
11.        Linearnya siklik?
12.        Sikliknya lineal?
13.        Lampaunya sekarang?
14.        Sekarannya lampau?
15.        Sama datangnya sekarang?
16.        Sekarangnya masa dating?
17.        Awalnya akhir?
18.        Akhirnya awal?
19.        Analitiknya sintetik?
20.        Sintetiknya analitik?
21.        Apriorinya aposteriori?
22.        Aposteriorinya apriori?
23.        Rasionalnya pengalaman?
24.        Pengalamannya rasional?
25.        Identitasnya kontradiksi?
26.        Kontradiksinya identitas?
27.        Harmoninya disharmoni?
28.        Disharmoninya harmoni?
29.        Idealnya ideal?
30.        Realnya real?
31.        Tetapnya tetap?
32.        Berubahnya perubahan?
33.        Fatalnya fatal?
34.        Vitalnya vital?
35.        Dewanya dewa?
36.        Daksanya daksa?
37.        Intensifnya intensif?
38.        Ekstensifnya ekstensif?
39.        Linearnya lineal?
40.        Sikliknya siklik?
41.        Lampaunya lampau?
42.        Sekarangnya sekarang?
43.        Masa depannya masa depan?
44.        Awalnya awal?
45.        Akhirnya akhir?
46.        Analitiknya analitik?
47.        Sintetiknya sintetik?
48.        Apriorinya apriori?
49.        Aposteriorinya aposteriori?
50.        Rasionalnya rasional?
51.        Pengalamanya pengalaman?
52.        Identitasnya identitas?
53.        Kontradiksinya kontradiksi?
54.        Harmoninya harmoni?
55.        Disharmoninya disharmoni?
Dari semua jawaban yang kami buat tak satupun bernilai benar. Akan tetapi yang menjadi masalah kedua adalah bukan masalah benar atau salahnya tetapi penentuan benar atau salah tanpa pemeriksaan terlebih dahulu, sehingga diraut wajah para mahasiswa penuh dengan kebingungan. Menyikapi kondisi tersebut prof. marsigit menjelaskan bahwa saat ini anda (mahasiswa) telah masuk dalam perangkap testing (menonton pertunjukan ujian).
Bagi beliau, tes dianalogikan sebagai  permainan bola basket yang dapat diarahkan kemana saja sesuai kehendak pemainnya. Selanjutnya, beliau menyampaikan bahwa saat ini mahasiswa telah terjebak oleh mitos yang beliau bangun, sebab semua jawab singkat adalah salah. Dalam filsafat tidak pernah mengenal ujian jawab jawab singkat tetapi esensi dari tes jawab singkat adalah semata-mata untuk mengenalkan filsafat. Maka, untuk menyadarkan semua mahasiswa bahwa ujian adalah mitos, salah satunya dengan memberikan tes dan jawabnya adalah nol. Sebab, filsafat sesungguhnya penjelasan mengapa jawabnya demikian bukan hasil dari jawab singkat tersebut.
Untuk memperjelas esensi dari testing hari itu, beliau mengatakan bahwa filsafat adalah membaca, maka dunia dapat terangkai dari satu ikon yaitu ideal, untuk memunculkan ilmu maka ideal dan realis dipersatukan mejadi satu, inilah idealnya realis. Penjelasan apa ideal dari realis itulah yang merupakan filsafat. Oleh karena itu, bagi para filsuf tes jawab singkat tidak memiliki manfaat apapun, tetapi bagi dagsa tes memiliki manfaat untuk mengenal sedikit demi sedikit subtansi dari filsafat itu sendiri.
Beliau menambahkan, tes jewab singkat ibarat pisau yang bermata dua, dimana disatu sisi bernilai positif dan sisi yang lain bernilai negative. Seperti inilah jika kita menilai filsafat dari metode reduksi tes jawab singkat sebagai ikon, dimana memiliki bahaya yang luar biasa, sebab filsafat itu elegan yang mengandung penjelasan logis sehingga dapat dipahami oleh orang awam sekalipun. Oleh karena itu, beliau menyampaikan bahwa inilah persoalan yang harus direfleksikan bagi setiap masiswa serta semua yang belajar tentang filsafat.
Testing di atas tersebut dibagi menjadi dua bagian, dimana nomor 1-28 merupakan kontradiksi serta nomor 29-55 adalah identitas, akan tetapi hanya sebagian dari kontradiksi dan identitas dalam hidup ini. Sebagai contoh, kita perlu makan tetapi kita perlu tidak makan, sebab jika kita makan terus menerus maka tentu kita tidak bisa hidup. Inilah makna dari kata kontradiksi dimana alasan dari jawaban tersebutlah yang disebut berfilsafat, sebab didalamnya ada proses berpikir. Jadi inilah titik balik atau termin poin dari tes jawab singkat.
“Selanjutnya, untuk memberikan pencerahan kepada mahasiswa yang Nampak kebingungan dan mengawang-awang dengan perasaan penuh risau, dimana pertanyaan yang begitu jelas muncul dari benak para mahasiswa adalah Apa Filsafat itu sebenarnya? Terkadang kami bangga bahwa kami telah mengetahui beberapa tentang filsafat tetapi terkadang kami menyadari bahwa pengetahuan kami terhadap filsafat tidak lebih besar dari butiran debu. Apakah inilah yang menjadikan filsafat sebagai alat untuk berendah hati serta perintah untuk terus menggali dan menggali ?”
Berikut ini adalah penjelasan mengenai jawaban tes jawab singkat diatas, salah satunya adalah idealnya realitas, untuk soal ini pokok persoalnya adalah realis. Jika kita mempelajari tentang realis dari semua sumber maka sesungguhnya kita tidak akan pernah tahu apa realis itu. Seperti halnya juga hanya berpatok pada pengertian yang dijelakan oleh beliau, pengertian tersebut hanya dibuat untuk membangunkan  kemampuan dasar berfilsafat mahasiswa sebab sebenar-benar filsafat adalah proses berpikir yang terus menerus serta membaca semua sumber tanpa terkecuali.
Kembali pada pokok persoalan ideal realitas, dimana realis diluar pikiran. Maka diluar pikiran itu tidak ada yang ideal, sehingga menghasilkan yang disebut dengan perfeksionisme. Didunia ini tidak ada yang sempurna, sebagai contoh sudut lancip yang menurut dunia itu ada tetapi sesungguhny tidak ada. Salah satu fakta yang bisa dilihat adalah  jarum, dimana menurut penglihatan atau realita ujungnya berbentuk lancip, tetapi sesunggunya jika ujung tersebut diperbesar maka bukanlah lancip tetapi sebuat lingkaran besar yang biasa disebut atom yang memiliki lintasan siklik atau lingkaran. Jadi lancip itu hanya ada dipikiran. Sehingga muncul sebuah pertanyaan bagaimana mengidealkan sesuatu yang tidak sempurna seperti yang diluar pikiran (realis)?. Beliau menjelaskan salah satu contohnya adalah belajar dalam matematika yang membahas tentang sesuatu yang ideal menjadi sesuatu yang realis. Sebab ideal yang sempurna dan realis penuh dengan ketidaksempurnaan. Contoh lain, ketika kita memandang istri atau pacar maka secara realita mereka jauh dari kata sempurna tetapi apabila kita idealkan maka jelas mereka adalah paling sempurna diantara yang lain. Melalui penjelasan ini maka diperoleh sebuah defenisi hidup sebagai “proses mengidealkan yang realis atau berusaha mencapai yang ideal, sebab realis ada dibumi dan ideal ada dilangit”.
Penjelasan soal kedua yaitu tentang realitasnya ideal, dimana beliau memberikan contoh seorang manusia secara ideal harus menikah maka ketika sudah menikah itulah realitanya. Proses inilah yang disebut idealis di realiskan atau realisasinya ideal.
Selanjutnya, nomor ketiga  berupa tetapnya perubahan, dicontohkan sebagai rasa cinta Prof Marsigit kepada istrinya adalah bersifat tetap tetapi ketika ada perubahan maka akan berubah. jadi sesungguhnya filsafat itu berstruktur, dimana yang memahami berstruktur dan yang dipahami juga berstruktur. Menurut bahasa pintas maka tetapnya perubahan itu adalah perubahan itu sendiri. Contohnya dalam kehidupan sehari-hari yaitu tetapnya pertumbuhan badan, bertambahnya ilmu. Dari fenomena ini disimpulkan bahwa semuanya linear dan siklik serta memiliki lintasan yang terus berubah seperti halnya bumi berputar mengelilingi matahari yang berubah setiap saat dan tidak akan pernah melintasi suatu lintasan yang telah dilalui sebelumnya. Oleh karena itu, manusia berada dalam wadah yang tetap dalam perubahan, dan apabila tidak berubah menyebabkan ketidakstabilan bahkan kehancuran.
Pada persoalan keempat tentang berubahnya yang tetap, salah satu contohnya adalah batalnya perjanjian, bubarnya organisasi, pecahnya wadah, perceraian. Contoh lain,  Negara Yugoslavia yang terdiri atas Serbia, kroasia serta bagian yang lain merupakan Negara besar, tetapi ketika pemimpinnya meninggal dunia maka terjadilah sebuah perang saudara.
Nomor Lima adalah vatalnya fital, dimana vital adalah ikhtiar dan fatal itu adalah takdir. Akan tetapi, yang menjadi persoalan adalah apakah vital itu takdirnya?. Untuk memandang hal ini maka tentu berdimensi, jika kita tinjau dari sisi Allah maka tentu ikhtiar adalah takdir. Takdir dan ikhtiar berarti doa dan usaha. Jadi vatalnya fital adalah doanya berusaha. Maka inilah cara untuk mencapai keseimbangan atau harmoni.
Pada nomor enam yang merupakan kontradiksi dari soal sebelumnya, dimana membahas tentang fatalnya vital diartikan sebagai ikhtiarnya takdir atau ikhtiarnya doa. Apakah doa itu perlu diikhtiarkan ? jawabannya adalah perlu, misalkan ikut sholat berjamaan, belajar bagaimana cara berdoa, membaca tahlil, sholawat, dst.
Pembahasan nomor tujuh berupa daksanya dewa, berarti ini adalah dunia dewa yang berstruktur yang terdiri atas dewanya subjek dan dewanya objek. Sebagai contoh jika para dosen di UNY merupakan  para dewa maka tentu ada struktur dewa didalamnnya yang membedakan dewa atau dosen yang satu dengan yang lain jika dilihat dari sisi pangkat atau jabatan. Jadi inilah yang disebut daksanya dewa.
Pada kasus yang kesembilan membahas tentang intensifnya ekstensif, dimana ekstensif diartikan sebagai keluasan. Jadi dalam mendalami filsafat tidak hanya disini tetapi disitu, diberbagai tempat, ini berarti menyadarkan kita bahwa berpikir haruslah kapanpun, dimanapun dan dalam kondisi apapun. Maka postingan beliau yang dikomen mahasiswa merupakan salah satu bentuk mengintensifkan ekstensif.
Kontradiksi soal kesembilan yaitu mengekstensifkan intensif diartikan sebagai yang sedalam-dalamnya yang membentuk struktur dunianya. Sedalam-dalamnya segala sesuatu adalah ontology atau isi dan wadah, jika dinaikan menjadi bakal konsep maka jika diekstensifkan konsep 1 dan konsep 2 akan berstruktur. Inilah bentuk ekstensif dari intensif.
Pokok persoalan nomor sebelas tentang linearnya siklik. Siklik berarti lingkaran yang jari-jarinya tak berhingga sehingga membentuk garis lurus. Sama halnya dengan pesawat terbang ketika mengudara tidak datar tetapi pesawat secara ilmu pengetahuan membentuk lintasan lengkung membentuk tingginya permukaan laut. Jadi contoh tersebut yang menggambarkan tentang linearnya siklik.
Pada selanjutnya diberikan kepada masiswa untuk memilih, kesempatan pertama diberikan kepada Mas Heru dengan pertanyaan tentang harmoninya harmoni. Menurut penjelasan prof. marsigit, harmoni adalah keadaan ideal seimbang atau segenap unsurnya seimbang. Sebagai contoh gamelan jawa itu harmoni sebab musiknya saling mendukung dan seimbang. Harmoni itu sendiri itu berstruktur dan berdimensi yang terdiri atas struktur atas unsur-unsur yang harmoni. Sebagai contoh, badan manusia terdiri atas bagian yang harmoni, dan setiap unsur badan seperti darah dan lain sebagainya terdiri atas unsur yang harmoni pula.
Pada kesempatan kedua oleh Mba Nur Afni yang mempertanyakan tentang dewanya dewa. Prof Marsigit menjelaskan bahwa maka ini adalah dewa yang berstruktur, misalnya makro kosmos dewanya mikro kosmos. Dewanya makro kosmospun ada yang bersifat refrensial, intuisi dan analogis, yang mengatakan bahwa saya adalah dewanya adikku maka inilah adalah analogis. Oleh karena itu, filsafat dikenal dengan bahasa analog, Akan tetapi, jika dewa yang berarti suami dari seorang ratu maka ini bentuk dari dewa yang referensial sebab ada referensinya.   
Pertanyaan selanjutnya tentang lampaunya lampau oleh Mba Tri, maka penjelasan prof marsigit diawalai dengan analogi tentang beliau ditelepon pada waktu lampau. Maksud ditelepon masa lampau disini adalah beliau berbicara melalui saluran telepon dengan  seseorang tentang masa lampau yang membahas tentang kehidupan masa lalu, misalnya masa SD, SMP, SMA, S1, dst. Kondisi yang sama dengan bagaimana mengetahui waktu yang akan datang, salah satu contoh yang diberikan adalah  USG yang tujuannya untuk mengetahui jenis kelamin seorang anak, dimana idealnya akan diketahui setelah lahir akan tetapi dengan alat tersebut bisa diketahui dari sekarang. Inilah salah satu bagaimana cara mengetahu yang akan datang.
Kemudian Mba Fauziah yang mempertanyakan tentang akhirnya akhir. Prof Marsigit menyampaikan bahwa perkulia ini berakhir dan kulia di UNY pasti berakhir, tetapi yang menjadi pertanyaan adalah kapan akhiran itu? Maka untuk menjawaban hal ini diperlukan olah pikir yang diungkapan dalam bahasa verbal. Sebagai contoh, ketika kita menempuh perjalanan dari kamar kekampus maka sebenarnya kita mencobah menemuh setengah demi setengah perjalanan tanpa ditahu kapan batasnya. Melalui analogi ini maka ada sebuah kesimpulan bahwa orang tidak pernah sampai pada tujuan. Oleh karena itu, kita tidak akan pernah tahu berakhirnya kapan. Maka akhir yang kita pikirkan sekarang ini, secara spiritual merupakan kiamat yang merupakan akhir dari segala akhir, dimana manusia tidak mampu memikirkannya sebab ini merupakan kekuasaan Allah SWT. Jika kita melihat melalui strukturnya tentu bahwa akhir itu terdiri atas struktur-sruktur akhiran juga, misalkan akhir perkuliahan, akhir perjalanan, akhir acara, dst.
Pertanyaan oleh Mba Tri tentang apriorinya aposteriori, dimana Prof. Marsigit menjelaskan bahwa aposteriori adalah paham sesudah melihat, mendengar, meraba, dst. Jadi apriori aposteriori adalah memikirkan pengalaman. Maka sebenar-benar hidup adalah  memikirkan pengalaman dan menerapkan pikiran.
Mba Novika tentang kontradiksinya kontradiksi. Menurut Prof. Marsigit, kontradiksi dibuat agar kita bisa berpikir. Jika kita mencermati dalam kehidupan sehari-hari maka sebenatnya ilmu pengetahuan lahir dari kontradiksi, dari kontradiksi tersebut maka memacu kita untuk berpikir mencari jalan keluar dari apa yang kontradiksi tersebut. Oleh karena itu, kontradiksinya kontradiksi sama antra kehidupan makro dan mikro.
Pertanyaan terakhir tentang pengalamannya pengalaman. Dimana Prof. Marsigit memberikan pernyataan bahwa sebelum mengetahui pengalamannya pengalaman maka tentu harus tahu pengalamannya rasional. Jadi rasio itu adalah pengalaman, ketika rasio tidak sama dengan levelnya dibawah tetapi ketika memandang rasio sama dengan pengalaman maka levelnya naik. Oleh karena itu, pengalamannya pengalaman berarti strutukturnya pengalaman yang multifaset, multidimensi, dst. Selain itu, pengalamannya pengalaman adalah refleksi dari semua pengalaman. Akan tetapi, harus diperhatikan bahwa argumentasi yang kita bangun harus bisa dipahami oleh semua kalangan tanpa terkecuali.


Sebagai Kesimpulan Saya Dalam Refleksi Ini :

“Berdasarkan pembahasan yang diberikan oleh Prof. Dr. Marsigit, M.A tersebut maka saya mengambil sebuah kesimpulan bahwa tes merupakan bukan bentuk dari belajar filsafat tetapi tes hanya merupakan suatu cara atau teknik untuk mengenalkan sedikit demi sedikit mengenai filsafat. Oleh karena itu, subtansi dari tes bukanlah nilai dan jawaban dari tes jawab singkat tersebut tetapi lebih kepada alasan mengapa menjawab demikian serta contoh implikasi yang nyata dari alasan tersebut, sehingga dapat dipahami oleh seorang yang awam sekalipun. Dengan alasan yang kita bangun tersebut maka mengindikasikan bahwa kita telah berpikir dan dapat dikatakan sebagai proses berfilsafat. Hal ini sejalan dengan defenisi dari filsafat itu sendiri yang berarti oleh pikir. Selain itu, pelajaran lain yang saya dapatkan adalah filsafat mengajarkan kita untuk selalu berendah hati dan terus berpikir serta melahirkan kontradiksi, tesis dan anti tesisnya, sebab melalui kondisi inilah kita akan terbebas dari mitos serta memperoleh pengetahuan-pengetahuan baru yang struktur atau dimensinya lebih tinggi. Kesimpulan lainnya yaitu saya menyadari bahwa pengetahuanku terhadap filsafat tidak lebih besar dari butiran debu, semakin saya merasa tahu tentang filsafat semakin memperjelas bahwa saya tidak pernah tahu apa itu filsafat, bagaimana itu filsafal ? dan lain sebagainya. Sebagai penutup dari kesimpulan ini, saya coba menuliskan kembali apa yang diungkapan oleh Renedeskares bahwa saya tidak tahu apa-apa, yang saya tahu hanyalah saya tidak tahu apa-apa.
Terimaksih
Mohon Maaf Atas Segala Kekurangan
Wasalamualaikum Wr. Wb

IMALUDIN AGUS

0 komentar:

Posting Komentar