AKU TAK
MENGERTI APAPUN TENTANG FILSAFAT
Selasa tanggal 1
Desember 2015, pukul
11.10 samapi 12.50, diruangan 305b lantai tiga gedung pascasarjana Universitas
Negeri Yogyakarta berlangsung perkuliahan Filsafat Ilmu pertemuan Kesepuluh dengan dosen
pengampu bapak Prof. Dr. Marsigit, M.A. Pada pertemuan ini diawali dengan Kuis Jawab singkat serta isi atau
kandungan dari jawab singkat itu sendiri.
Assalamua
Alaikum Wr. Wb
Sebagai pengantar perkuliahan ini beliau memberikan
tes jawab special untuk para mahasiswa, dimana tes ini tidak hanya sebatas tes
tetapi mengandung makna didalamnya. Tes pada kesempatan hari itu masih membahas
tentang menembus ruang dan waktu. Jumlah total soal yang diberikan adalah
sebanyak 55 soal, yang mana berbeda dengan jumlah soal jawab singkat
sebelummnya hanya berjumlah 50. Yang menjadi persoalan dan kebimbangan dari
mahasiswa adalah apa sih special dari tes ini? Untuk mengetahui lebih jauh maka
perhatikan soal dan jawaban tes dibawah ini.
Salah satu bentuk soal yang diberikan adalah sebagai
berikut:
1.
Idealnya
realis?
2.
Realisnya
ideal?
3.
Tetapnya
perubahan?
4.
Berubahnya
ketetapan?
5.
Fatanya
vital?
6.
Vitalnya
fatal?
7.
Dewanya
dagsa?
8.
Daksanya
dewa?
9.
Intensifnya
ekstensif?
10.
Ekstensifnya
intensif?
11.
Linearnya
siklik?
12.
Sikliknya
lineal?
13.
Lampaunya
sekarang?
14.
Sekarannya
lampau?
15.
Sama
datangnya sekarang?
16.
Sekarangnya
masa dating?
17.
Awalnya
akhir?
18.
Akhirnya
awal?
19.
Analitiknya
sintetik?
20.
Sintetiknya
analitik?
21.
Apriorinya
aposteriori?
22.
Aposteriorinya
apriori?
23.
Rasionalnya
pengalaman?
24.
Pengalamannya
rasional?
25.
Identitasnya
kontradiksi?
26.
Kontradiksinya
identitas?
27.
Harmoninya
disharmoni?
28.
Disharmoninya
harmoni?
29.
Idealnya
ideal?
30.
Realnya
real?
31.
Tetapnya
tetap?
32.
Berubahnya
perubahan?
33.
Fatalnya
fatal?
34.
Vitalnya
vital?
35.
Dewanya
dewa?
36.
Daksanya
daksa?
37.
Intensifnya
intensif?
38.
Ekstensifnya
ekstensif?
39.
Linearnya
lineal?
40.
Sikliknya
siklik?
41.
Lampaunya
lampau?
42.
Sekarangnya
sekarang?
43.
Masa
depannya masa depan?
44.
Awalnya
awal?
45.
Akhirnya
akhir?
46.
Analitiknya
analitik?
47.
Sintetiknya
sintetik?
48.
Apriorinya
apriori?
49.
Aposteriorinya
aposteriori?
50.
Rasionalnya
rasional?
51.
Pengalamanya
pengalaman?
52.
Identitasnya
identitas?
53.
Kontradiksinya
kontradiksi?
54.
Harmoninya
harmoni?
55.
Disharmoninya
disharmoni?
Dari semua jawaban yang kami buat tak satupun bernilai
benar. Akan tetapi yang menjadi masalah kedua adalah bukan masalah benar atau
salahnya tetapi penentuan benar atau salah tanpa pemeriksaan terlebih dahulu,
sehingga diraut wajah para mahasiswa penuh dengan kebingungan. Menyikapi
kondisi tersebut prof. marsigit menjelaskan bahwa saat ini anda (mahasiswa)
telah masuk dalam perangkap testing (menonton pertunjukan ujian).
Bagi beliau, tes dianalogikan sebagai permainan bola basket yang dapat diarahkan
kemana saja sesuai kehendak pemainnya. Selanjutnya, beliau menyampaikan bahwa
saat ini mahasiswa telah terjebak oleh mitos yang beliau bangun, sebab semua
jawab singkat adalah salah. Dalam filsafat tidak pernah mengenal ujian jawab
jawab singkat tetapi esensi dari tes jawab singkat adalah semata-mata untuk
mengenalkan filsafat. Maka, untuk menyadarkan semua mahasiswa bahwa ujian
adalah mitos, salah satunya dengan memberikan tes dan jawabnya adalah nol.
Sebab, filsafat sesungguhnya penjelasan mengapa jawabnya demikian bukan hasil
dari jawab singkat tersebut.
Untuk memperjelas esensi dari testing hari itu, beliau
mengatakan bahwa filsafat adalah membaca, maka dunia dapat terangkai dari satu
ikon yaitu ideal, untuk memunculkan ilmu maka ideal dan realis dipersatukan
mejadi satu, inilah idealnya realis. Penjelasan apa ideal dari realis itulah
yang merupakan filsafat. Oleh karena itu, bagi para filsuf tes jawab singkat
tidak memiliki manfaat apapun, tetapi bagi dagsa tes memiliki manfaat untuk
mengenal sedikit demi sedikit subtansi dari filsafat itu sendiri.
Beliau menambahkan, tes jewab singkat ibarat pisau yang
bermata dua, dimana disatu sisi bernilai positif dan sisi yang lain bernilai
negative. Seperti inilah jika kita menilai filsafat dari metode reduksi tes
jawab singkat sebagai ikon, dimana memiliki bahaya yang luar biasa, sebab
filsafat itu elegan yang mengandung penjelasan logis sehingga dapat dipahami
oleh orang awam sekalipun. Oleh karena itu, beliau menyampaikan bahwa inilah
persoalan yang harus direfleksikan bagi setiap masiswa serta semua yang belajar
tentang filsafat.
Testing di atas tersebut dibagi menjadi dua bagian,
dimana nomor 1-28 merupakan kontradiksi serta nomor 29-55 adalah identitas,
akan tetapi hanya sebagian dari kontradiksi dan identitas dalam hidup ini.
Sebagai contoh, kita perlu makan tetapi kita perlu tidak makan, sebab jika kita
makan terus menerus maka tentu kita tidak bisa hidup. Inilah makna dari kata
kontradiksi dimana alasan dari jawaban tersebutlah yang disebut berfilsafat,
sebab didalamnya ada proses berpikir. Jadi inilah titik balik atau termin poin
dari tes jawab singkat.
“Selanjutnya, untuk memberikan pencerahan kepada
mahasiswa yang Nampak kebingungan dan mengawang-awang dengan perasaan penuh
risau, dimana pertanyaan yang begitu jelas muncul dari benak para mahasiswa
adalah Apa Filsafat itu sebenarnya? Terkadang kami bangga bahwa kami telah
mengetahui beberapa tentang filsafat tetapi terkadang kami menyadari bahwa
pengetahuan kami terhadap filsafat tidak lebih besar dari butiran debu. Apakah
inilah yang menjadikan filsafat sebagai alat untuk berendah hati serta perintah
untuk terus menggali dan menggali ?”
Berikut ini adalah penjelasan mengenai jawaban tes
jawab singkat diatas, salah satunya adalah idealnya realitas, untuk soal ini
pokok persoalnya adalah realis. Jika kita mempelajari tentang realis dari semua
sumber maka sesungguhnya kita tidak akan pernah tahu apa realis itu. Seperti
halnya juga hanya berpatok pada pengertian yang dijelakan oleh beliau,
pengertian tersebut hanya dibuat untuk membangunkan kemampuan dasar berfilsafat mahasiswa sebab
sebenar-benar filsafat adalah proses berpikir yang terus menerus serta membaca
semua sumber tanpa terkecuali.
Kembali pada pokok persoalan ideal realitas, dimana
realis diluar pikiran. Maka diluar pikiran itu tidak ada yang ideal, sehingga
menghasilkan yang disebut dengan perfeksionisme. Didunia ini tidak ada yang
sempurna, sebagai contoh sudut lancip yang menurut dunia itu ada tetapi
sesungguhny tidak ada. Salah satu fakta yang bisa dilihat adalah jarum, dimana menurut penglihatan atau
realita ujungnya berbentuk lancip, tetapi sesunggunya jika ujung tersebut
diperbesar maka bukanlah lancip tetapi sebuat lingkaran besar yang biasa
disebut atom yang memiliki lintasan siklik atau lingkaran. Jadi lancip itu
hanya ada dipikiran. Sehingga muncul sebuah pertanyaan bagaimana mengidealkan
sesuatu yang tidak sempurna seperti yang diluar pikiran (realis)?. Beliau
menjelaskan salah satu contohnya adalah belajar dalam matematika yang membahas
tentang sesuatu yang ideal menjadi sesuatu yang realis. Sebab ideal yang
sempurna dan realis penuh dengan ketidaksempurnaan. Contoh lain, ketika kita
memandang istri atau pacar maka secara realita mereka jauh dari kata sempurna
tetapi apabila kita idealkan maka jelas mereka adalah paling sempurna diantara
yang lain. Melalui penjelasan ini maka diperoleh sebuah defenisi hidup sebagai
“proses mengidealkan yang realis atau berusaha mencapai yang ideal, sebab
realis ada dibumi dan ideal ada dilangit”.
Penjelasan soal kedua yaitu tentang realitasnya ideal,
dimana beliau memberikan contoh seorang manusia secara ideal harus menikah maka
ketika sudah menikah itulah realitanya. Proses inilah yang disebut idealis di
realiskan atau realisasinya ideal.
Selanjutnya, nomor ketiga berupa tetapnya perubahan, dicontohkan
sebagai rasa cinta Prof Marsigit kepada istrinya adalah bersifat tetap tetapi
ketika ada perubahan maka akan berubah. jadi sesungguhnya filsafat itu
berstruktur, dimana yang memahami berstruktur dan yang dipahami juga
berstruktur. Menurut bahasa pintas maka tetapnya perubahan itu adalah perubahan
itu sendiri. Contohnya dalam kehidupan sehari-hari yaitu tetapnya pertumbuhan
badan, bertambahnya ilmu. Dari fenomena ini disimpulkan bahwa semuanya linear
dan siklik serta memiliki lintasan yang terus berubah seperti halnya bumi
berputar mengelilingi matahari yang berubah setiap saat dan tidak akan pernah
melintasi suatu lintasan yang telah dilalui sebelumnya. Oleh karena itu,
manusia berada dalam wadah yang tetap dalam perubahan, dan apabila tidak
berubah menyebabkan ketidakstabilan bahkan kehancuran.
Pada persoalan keempat tentang berubahnya yang tetap,
salah satu contohnya adalah batalnya perjanjian, bubarnya organisasi, pecahnya
wadah, perceraian. Contoh lain, Negara
Yugoslavia yang terdiri atas Serbia, kroasia serta bagian yang lain merupakan
Negara besar, tetapi ketika pemimpinnya meninggal dunia maka terjadilah sebuah
perang saudara.
Nomor Lima adalah vatalnya fital, dimana vital adalah
ikhtiar dan fatal itu adalah takdir. Akan tetapi, yang menjadi persoalan adalah
apakah vital itu takdirnya?. Untuk memandang hal ini maka tentu berdimensi,
jika kita tinjau dari sisi Allah maka tentu ikhtiar adalah takdir. Takdir dan
ikhtiar berarti doa dan usaha. Jadi vatalnya fital adalah doanya berusaha. Maka
inilah cara untuk mencapai keseimbangan atau harmoni.
Pada nomor enam yang merupakan kontradiksi dari soal
sebelumnya, dimana membahas tentang fatalnya vital diartikan sebagai ikhtiarnya
takdir atau ikhtiarnya doa. Apakah doa itu perlu diikhtiarkan ? jawabannya
adalah perlu, misalkan ikut sholat berjamaan, belajar bagaimana cara berdoa,
membaca tahlil, sholawat, dst.
Pembahasan nomor tujuh berupa daksanya dewa, berarti
ini adalah dunia dewa yang berstruktur yang terdiri atas dewanya subjek dan
dewanya objek. Sebagai contoh jika para dosen di UNY merupakan para dewa maka tentu ada struktur dewa
didalamnnya yang membedakan dewa atau dosen yang satu dengan yang lain jika
dilihat dari sisi pangkat atau jabatan. Jadi inilah yang disebut daksanya dewa.
Pada kasus yang kesembilan membahas tentang intensifnya
ekstensif, dimana ekstensif diartikan sebagai keluasan. Jadi dalam mendalami
filsafat tidak hanya disini tetapi disitu, diberbagai tempat, ini berarti
menyadarkan kita bahwa berpikir haruslah kapanpun, dimanapun dan dalam kondisi
apapun. Maka postingan beliau yang dikomen mahasiswa merupakan salah satu
bentuk mengintensifkan ekstensif.
Kontradiksi soal kesembilan yaitu mengekstensifkan
intensif diartikan sebagai yang sedalam-dalamnya yang membentuk struktur
dunianya. Sedalam-dalamnya segala sesuatu adalah ontology atau isi dan wadah,
jika dinaikan menjadi bakal konsep maka jika diekstensifkan konsep 1 dan konsep
2 akan berstruktur. Inilah bentuk ekstensif dari intensif.
Pokok persoalan nomor sebelas tentang linearnya
siklik. Siklik berarti lingkaran yang jari-jarinya tak berhingga sehingga
membentuk garis lurus. Sama halnya dengan pesawat terbang ketika mengudara
tidak datar tetapi pesawat secara ilmu pengetahuan membentuk lintasan lengkung
membentuk tingginya permukaan laut. Jadi contoh tersebut yang menggambarkan
tentang linearnya siklik.
Pada selanjutnya diberikan kepada masiswa untuk
memilih, kesempatan pertama diberikan kepada Mas Heru dengan pertanyaan tentang
harmoninya harmoni. Menurut penjelasan prof. marsigit, harmoni adalah keadaan
ideal seimbang atau segenap unsurnya seimbang. Sebagai contoh gamelan jawa itu
harmoni sebab musiknya saling mendukung dan seimbang. Harmoni itu sendiri itu
berstruktur dan berdimensi yang terdiri atas struktur atas unsur-unsur yang
harmoni. Sebagai contoh, badan manusia terdiri atas bagian yang harmoni, dan
setiap unsur badan seperti darah dan lain sebagainya terdiri atas unsur yang
harmoni pula.
Pada kesempatan kedua oleh Mba Nur Afni yang
mempertanyakan tentang dewanya dewa. Prof Marsigit menjelaskan bahwa maka ini
adalah dewa yang berstruktur, misalnya makro kosmos dewanya mikro kosmos.
Dewanya makro kosmospun ada yang bersifat refrensial, intuisi dan analogis,
yang mengatakan bahwa saya adalah dewanya adikku maka inilah adalah analogis.
Oleh karena itu, filsafat dikenal dengan bahasa analog, Akan tetapi, jika dewa
yang berarti suami dari seorang ratu maka ini bentuk dari dewa yang referensial
sebab ada referensinya.
Pertanyaan selanjutnya tentang lampaunya lampau oleh Mba
Tri, maka penjelasan prof marsigit diawalai dengan analogi tentang beliau
ditelepon pada waktu lampau. Maksud ditelepon masa lampau disini adalah beliau
berbicara melalui saluran telepon dengan
seseorang tentang masa lampau yang membahas tentang kehidupan masa lalu,
misalnya masa SD, SMP, SMA, S1, dst. Kondisi yang sama dengan bagaimana
mengetahui waktu yang akan datang, salah satu contoh yang diberikan adalah USG yang tujuannya untuk mengetahui jenis
kelamin seorang anak, dimana idealnya akan diketahui setelah lahir akan tetapi
dengan alat tersebut bisa diketahui dari sekarang. Inilah salah satu bagaimana
cara mengetahu yang akan datang.
Kemudian Mba Fauziah yang mempertanyakan tentang
akhirnya akhir. Prof Marsigit menyampaikan bahwa perkulia ini berakhir dan
kulia di UNY pasti berakhir, tetapi yang menjadi pertanyaan adalah kapan
akhiran itu? Maka untuk menjawaban hal ini diperlukan olah pikir yang
diungkapan dalam bahasa verbal. Sebagai contoh, ketika kita menempuh perjalanan
dari kamar kekampus maka sebenarnya kita mencobah menemuh setengah demi
setengah perjalanan tanpa ditahu kapan batasnya. Melalui analogi ini maka ada
sebuah kesimpulan bahwa orang tidak pernah sampai pada tujuan. Oleh karena itu,
kita tidak akan pernah tahu berakhirnya kapan. Maka akhir yang kita pikirkan
sekarang ini, secara spiritual merupakan kiamat yang merupakan akhir dari
segala akhir, dimana manusia tidak mampu memikirkannya sebab ini merupakan
kekuasaan Allah SWT. Jika kita melihat melalui strukturnya tentu bahwa akhir
itu terdiri atas struktur-sruktur akhiran juga, misalkan akhir perkuliahan,
akhir perjalanan, akhir acara, dst.
Pertanyaan oleh Mba Tri tentang apriorinya
aposteriori, dimana Prof. Marsigit menjelaskan bahwa aposteriori adalah paham
sesudah melihat, mendengar, meraba, dst. Jadi apriori aposteriori adalah
memikirkan pengalaman. Maka sebenar-benar hidup adalah memikirkan pengalaman dan menerapkan pikiran.
Mba Novika tentang kontradiksinya kontradiksi. Menurut
Prof. Marsigit, kontradiksi dibuat agar kita bisa berpikir. Jika kita
mencermati dalam kehidupan sehari-hari maka sebenatnya ilmu pengetahuan lahir
dari kontradiksi, dari kontradiksi tersebut maka memacu kita untuk berpikir
mencari jalan keluar dari apa yang kontradiksi tersebut. Oleh karena itu,
kontradiksinya kontradiksi sama antra kehidupan makro dan mikro.
Pertanyaan terakhir tentang pengalamannya pengalaman.
Dimana Prof. Marsigit memberikan pernyataan bahwa sebelum mengetahui
pengalamannya pengalaman maka tentu harus tahu pengalamannya rasional. Jadi
rasio itu adalah pengalaman, ketika rasio tidak sama dengan levelnya dibawah
tetapi ketika memandang rasio sama dengan pengalaman maka levelnya naik. Oleh
karena itu, pengalamannya pengalaman berarti strutukturnya pengalaman yang
multifaset, multidimensi, dst. Selain itu, pengalamannya pengalaman adalah
refleksi dari semua pengalaman. Akan tetapi, harus diperhatikan bahwa
argumentasi yang kita bangun harus bisa dipahami oleh semua kalangan tanpa terkecuali.
Sebagai Kesimpulan Saya Dalam Refleksi Ini :
“Berdasarkan pembahasan
yang diberikan oleh Prof. Dr. Marsigit, M.A tersebut maka saya mengambil sebuah
kesimpulan bahwa tes merupakan bukan bentuk dari belajar filsafat tetapi tes
hanya merupakan suatu cara atau teknik untuk mengenalkan sedikit demi sedikit
mengenai filsafat. Oleh karena itu, subtansi dari tes bukanlah nilai dan
jawaban dari tes jawab singkat tersebut tetapi lebih kepada alasan mengapa
menjawab demikian serta contoh implikasi yang nyata dari alasan tersebut,
sehingga dapat dipahami oleh seorang yang awam sekalipun. Dengan alasan yang
kita bangun tersebut maka mengindikasikan bahwa kita telah berpikir dan dapat
dikatakan sebagai proses berfilsafat. Hal ini sejalan dengan defenisi dari
filsafat itu sendiri yang berarti oleh pikir. Selain itu, pelajaran lain yang
saya dapatkan adalah filsafat mengajarkan kita untuk selalu berendah hati dan
terus berpikir serta melahirkan kontradiksi, tesis dan anti tesisnya, sebab
melalui kondisi inilah kita akan terbebas dari mitos serta memperoleh
pengetahuan-pengetahuan baru yang struktur atau dimensinya lebih tinggi.
Kesimpulan lainnya yaitu saya menyadari bahwa pengetahuanku terhadap filsafat
tidak lebih besar dari butiran debu, semakin saya merasa tahu tentang filsafat
semakin memperjelas bahwa saya tidak pernah tahu apa itu filsafat, bagaimana
itu filsafal ? dan lain sebagainya. Sebagai penutup dari kesimpulan ini, saya
coba menuliskan kembali apa yang diungkapan oleh Renedeskares bahwa saya tidak tahu
apa-apa, yang saya tahu hanyalah saya tidak tahu apa-apa.”
Terimaksih
Mohon Maaf Atas Segala Kekurangan
Wasalamualaikum Wr. Wb
IMALUDIN AGUS
0 komentar:
Posting Komentar