Jumat, 18 September 2015

REFLEKSI KEDUA

REFLEKSI KEDUA

MEMAKNAI OBYEK FILSAFAT
“ADA DAN MUNGKIN ADA”

Selasa tanggal 15 september 2015, pukul 11.10 samapi 12.50, diruangan 305b lantai tiga gedung pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta berlangsung perkuliahan Filsafat Ilmu pertemuan kedua dengan dosen pengampu bapak Prof. Dr. Marsigit, M.A. Pada pertemuan ini membahas tentang “Obyek filsafat yaitu ADA dan MUNGKIN ADA”. Maksud dari yang ADA adalah segala sesuatu yang ada dipikiran atau diluar pikiran  sedangkan MUNGKIN ADA seperti hal yang belum pasti, yang terjadi dimasa depan, maupun yang terjadi dimasa lampau. Akan tetapi, semua contoh ini hanya sedikit dibandingkan semua yang mungkin ada yang lainnya, tergantung bagaimana setiap pribadi manusia melihatnya. ADA menurut Saya belum tentu ADA untuk yang lainnya, ADAKU belum tentu ADA bagimu, bisa saja ADA bagiku MUNGKIN ADA bagimu. Olehnya itu, belajar dalam filsafat pada hakekatnya adalah mengadakan dari yang MUNGKIN ADA menjadi ADA. Inilah gambaran awal tentang Obyek filsafat berdasarkan penyampaian Prof. Dr. Marsigit, M.A.
Selanjutnya, beliau menambahkan bahwa Pada dasarnya problematika dalam filsafat terdiri atas dua macam yaitu: (1). Jika ada dalam pikiran bagaimana kita mengetahui; dan (2). Jika pikiran ada diluar pikiran bagaimana menjelaskannya. Manusia tidak akan pernah tahu siapa yang sebenar-benar dirinya sebab dirinya tidak sama dengan namanya. Manusia adalah ketidak konsistenan, Hidup adalah tidak konsisten dikekonsistenannya. Menurut Imanuel kant dalam berpikir ada dua prinsip utama, pertama Prinsip Identitas, hukum identitas dalam filsafat berbeda dengan matematika, menurut matematika A = A, akan tetapi menurut kacamata filsafat A ≠ A, sebab A yang satu dengan A yang lain memiliki ruang dan waktu yang berbeda. Keadaan Identitas hanyalah terjadi di dalam pikiran kita sebagai contoh belum selesai aku menunjuk diriku, maka dikarenakan ruang dan waktu, diriku yang tadi telah berubah menjadi diriku yang sekarang. Keadaan tidak dapat mencapai Identitas itulah yang kemudian disebut sebagai prinsip yang kedua Prinsip Kontradiksi,  sebagai contoh predikat tidak akan pernah sama dengan subyek atau tidaklah ada suatu sifat bisa menyamai subjek atau objek yang mempunyai sifat tersebut. Selain itu, secara filsafat matematika hanya terdiri atas dua yaitu aritmetika (waktu) dan Geometri (ruang) sedangkan yang lainnya adalah kombinasi diantara keduannya. Matematika dalam filsafat bukanlah ilmu tetapi logika berpikir deduktif. Alat  berfilsafat adalah bahasa analog (lebih halus dari kiasan), sehingga cara untuk belajar filsafat yang paling baik adalah dengan metode hidup dan alam semesta sebagai laboratoriumnya. Dalam filsafat dapat menganalogikan  pikiran sebagai  suatu yang ada dan mungkim ada dalam pikiran (Dunia), serta hati dianalogikan sebagai  tuhan, doa (akhirat).  Jadi jarak antara hati dan pikiran sebenarnya sama dengan jarak dunia dan akhirat.
Berdasarkan penjelasan diatas, Terdapat sebuah pertanyaan yang menjadi  pokok persoalan dalam filsafat “ Bagaimana membedakan yang ADA dan MUNGKIN ADA dalam pikiran?”. Aristoteles dengan ideologi realisnya, mengatakan bahwa ADA ketika kita bisa melihat dengan mata, mendengar dengan telinga, merasa dengan seluruh pancaindra manusia,jika tidak mampu dijangkau pancaindra berarti TIDAK ADA, faham seperti ini disebut faham realisme. Sedangkan aliran Plato dengan ideologi rasionalis/idealis mengatakan bahwa ADA dalam filsafat adalah ADA yang bisa dilihat dan TIDAK ADA secara visual tetapi  ADA dalam Pikiran. Matematika murni adalah salah satu yang menganut faham platonisme sebab suatu tidak perlu ada didunia tetapi ada dalam pikiran. Sehingga kedua faham inilah yang saling beradu dengan mengandalkan ideologi masing-masing. Sebagai penengah kedua kubuh ini maka hadir seorang Imanuel Kant dengan ideologinya yang menggambukan ideologi Realisme yang lebih dikenal emperisme dan rasionalsme/idealisme menjadi ideologi yang bersifat  sintetis a priori. Hidup seharusnya menganut kedua faham tersebut, hidup harus realis dan juga idealis. Semua hidup adalah agar sesuai dengan ruang dan  waktu, akan tetapi setiap manusia tidak dapat mencapainya sebab jika dicapai maka kehilangan kehidupannya.
Selain itu, Beliau juga menyampaikan bahwa pada kodratnya manusia adalah mahluk kecil sehingga sifat sombong,angkuh tidak pantas ada dalam dirinya. Manusia adalah mahkluk tak berdaya, akan tetapi manusia terkadang lupa, mereka menganggap diri mereka telah hebat dengan Ilmu Pengetahuannya, mereka memiliki Pemikiran yang mampu menciptkan apa yang dibutuhkannya, tetapi sesunguhnya ada kekuatan besar yang lebih besar dari pikirannya yaitu Sang Pencipta Pikiran itu, sang pemilik pengetahuan yaitu ALLAH SWT. Sebuah analogi sederhana diberikan kepada manusia, sekiranya manusia dapat menegetahui semuanya maka kita tidak bisa hidup, manusia diberikan keterbatasan oleh sang pencipta-Nya agar bisa hidup. Beginilah cara mensyukuri nikmat ALLAH menurut filsafat, karena proses mendapatkan pengetahuann sangat halus, tidak bergejolak seperti itulah kelembutan ilmu TUHAN masuk dalam pikiran kita. Manusia hanya bisa menuju kesempurnaan tetapi tidak akan pernah mampu mencapai kesempurnaan, karna sebenar-benarnya hidup adalah ketidaksempurnaan.


                                                                                                   IMALUDIN AGUS

0 komentar:

Posting Komentar