REFLEKSI KEDUA
MEMAKNAI OBYEK FILSAFAT
“ADA DAN MUNGKIN ADA”
Selasa
tanggal 15 september 2015, pukul 11.10 samapi 12.50, diruangan 305b lantai tiga
gedung pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta berlangsung perkuliahan
Filsafat Ilmu pertemuan kedua dengan dosen pengampu bapak Prof. Dr. Marsigit,
M.A. Pada pertemuan ini membahas tentang “Obyek filsafat yaitu ADA dan MUNGKIN
ADA”. Maksud dari yang ADA adalah segala sesuatu yang ada dipikiran atau diluar
pikiran sedangkan MUNGKIN ADA seperti
hal yang belum pasti, yang terjadi dimasa depan, maupun yang terjadi dimasa
lampau. Akan tetapi, semua contoh ini hanya sedikit dibandingkan semua yang
mungkin ada yang lainnya, tergantung bagaimana setiap pribadi manusia
melihatnya. ADA menurut Saya belum tentu ADA untuk yang lainnya, ADAKU belum
tentu ADA bagimu, bisa saja ADA bagiku MUNGKIN ADA bagimu. Olehnya itu, belajar
dalam filsafat pada hakekatnya adalah mengadakan dari yang MUNGKIN ADA menjadi
ADA. Inilah gambaran awal tentang Obyek filsafat berdasarkan penyampaian Prof.
Dr. Marsigit, M.A.
Selanjutnya,
beliau menambahkan bahwa Pada dasarnya problematika dalam filsafat terdiri atas
dua macam yaitu: (1). Jika ada dalam pikiran bagaimana kita mengetahui; dan
(2). Jika pikiran ada diluar pikiran bagaimana menjelaskannya. Manusia tidak
akan pernah tahu siapa yang sebenar-benar dirinya sebab dirinya tidak sama
dengan namanya. Manusia adalah ketidak konsistenan, Hidup adalah tidak
konsisten dikekonsistenannya. Menurut Imanuel kant dalam berpikir ada dua
prinsip utama, pertama Prinsip Identitas,
hukum identitas dalam filsafat berbeda dengan matematika, menurut
matematika A = A, akan tetapi menurut kacamata filsafat A ≠ A, sebab A yang
satu dengan A yang lain memiliki ruang dan waktu yang berbeda. Keadaan Identitas hanyalah terjadi di
dalam pikiran kita sebagai contoh belum selesai aku menunjuk diriku, maka
dikarenakan ruang dan waktu, diriku yang tadi telah berubah menjadi diriku yang
sekarang. Keadaan tidak dapat mencapai Identitas itulah yang kemudian disebut
sebagai prinsip yang kedua Prinsip Kontradiksi,
sebagai contoh predikat tidak akan
pernah sama dengan subyek atau tidaklah ada suatu sifat bisa menyamai subjek
atau objek yang mempunyai sifat tersebut. Selain itu, secara filsafat
matematika hanya terdiri atas dua yaitu aritmetika (waktu) dan Geometri (ruang)
sedangkan yang lainnya adalah kombinasi diantara keduannya. Matematika dalam
filsafat bukanlah ilmu tetapi logika berpikir deduktif. Alat berfilsafat adalah bahasa analog (lebih halus
dari kiasan), sehingga cara untuk belajar filsafat yang paling baik adalah
dengan metode hidup dan alam semesta sebagai laboratoriumnya. Dalam filsafat
dapat menganalogikan pikiran sebagai suatu yang ada dan mungkim ada dalam pikiran
(Dunia), serta hati dianalogikan sebagai tuhan, doa (akhirat). Jadi jarak antara hati dan pikiran sebenarnya
sama dengan jarak dunia dan akhirat.
Berdasarkan
penjelasan diatas, Terdapat sebuah pertanyaan yang menjadi pokok persoalan dalam filsafat “ Bagaimana
membedakan yang ADA dan MUNGKIN ADA dalam pikiran?”. Aristoteles dengan ideologi realisnya, mengatakan bahwa ADA ketika
kita bisa melihat dengan mata, mendengar dengan telinga, merasa dengan seluruh
pancaindra manusia,jika tidak mampu dijangkau pancaindra berarti TIDAK ADA, faham
seperti ini disebut faham realisme. Sedangkan aliran Plato dengan ideologi rasionalis/idealis mengatakan bahwa ADA dalam
filsafat adalah ADA yang bisa dilihat dan TIDAK ADA secara visual tetapi ADA dalam Pikiran. Matematika murni adalah
salah satu yang menganut faham platonisme sebab suatu tidak perlu ada didunia
tetapi ada dalam pikiran. Sehingga kedua faham inilah yang saling beradu dengan
mengandalkan ideologi masing-masing. Sebagai penengah kedua kubuh ini maka
hadir seorang Imanuel Kant dengan ideologinya yang menggambukan ideologi
Realisme yang lebih dikenal emperisme dan rasionalsme/idealisme menjadi
ideologi yang bersifat sintetis a
priori. Hidup seharusnya menganut kedua faham tersebut, hidup harus realis dan
juga idealis. Semua hidup adalah agar sesuai dengan ruang dan waktu, akan tetapi setiap manusia tidak dapat
mencapainya sebab jika dicapai maka kehilangan kehidupannya.
Selain
itu, Beliau juga menyampaikan bahwa pada kodratnya manusia adalah mahluk kecil
sehingga sifat sombong,angkuh tidak pantas ada dalam dirinya. Manusia adalah
mahkluk tak berdaya, akan tetapi manusia terkadang lupa, mereka menganggap diri
mereka telah hebat dengan Ilmu Pengetahuannya, mereka memiliki Pemikiran yang
mampu menciptkan apa yang dibutuhkannya, tetapi sesunguhnya ada kekuatan besar
yang lebih besar dari pikirannya yaitu Sang Pencipta Pikiran itu, sang pemilik
pengetahuan yaitu ALLAH SWT. Sebuah analogi sederhana diberikan kepada manusia,
sekiranya manusia dapat menegetahui semuanya maka kita tidak bisa hidup,
manusia diberikan keterbatasan oleh sang pencipta-Nya agar bisa hidup.
Beginilah cara mensyukuri nikmat ALLAH menurut filsafat, karena proses
mendapatkan pengetahuann sangat halus, tidak bergejolak seperti itulah
kelembutan ilmu TUHAN masuk dalam pikiran kita. Manusia hanya bisa menuju
kesempurnaan tetapi tidak akan pernah mampu mencapai kesempurnaan, karna
sebenar-benarnya hidup adalah ketidaksempurnaan.
IMALUDIN
AGUS
0 komentar:
Posting Komentar